Daftar Blog Saya

Kamis, 19 Agustus 2010

Puasa Romadhan & Berhari Raya Bersama ..

Puasa Romadhan & Berhari Raya Bersama .. Cetak kirim sebagai e-Mail
Ditulis Oleh Syaikh Jamal bin Furaihan Al-Haritsi Hafizahullohu Ta’ala
Rabu, 19 Agustus 2009
(Nasehat Bagi yang Menyelisihi Pemerintah)
Merupakan hal yang telah dimaklumi pada hari ini, bahwa setiap penguasa memiliki wilayah tersendiri atas satu negeri, dimana wilayah kekuasaannya pada ruang lingkup penduduk negerinya, yang perintah-perintahnya senantiasa dijalankan, dan wajib untuk ditaati selama bukan dalam bermaksiat kepada Allah Ta’ala, sementara diluar penduduk negeri yang lain juga memiliki penguasa tersendiri.

Jika hal ini telah dimaklumi, maka tidak boleh bagi seorang rakyat yang mengikuti hukum penguasa tertentu, untuk keluar dari ketetapan penguasanya –yang Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan kewajiban taat kepadanya selama bukan dalam perkara kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman:

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُم(. [النساء: 59

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul,dan kepadaulil amri diantara kalian.” (QS.An-Nisaa:59)
Nasehat saya kepada saudara-saudaraku yang menyelisihi puasanya, idul fitrinya, dan hari kurbannya, dengan penguasa negeri mereka dinegeri islam manapun mereka hidup, agar hendaknya mereka bertaqwa kepada Allah Ta’ala dan jangan menyelisihi mereka, dan jangan pula mereka berselisih kepada imam-nya, jika Ia telah mengumumkan masuknya bulan ramadhan atau idul fitri, bagaimanapun kondisi penguasanya dalam menyelisihi agama Allah Ta’ala, selama tidak terdapat pada mereka kekufuran yang jelas seperti terangnya matahari disiang bolong, yang mengeluarkan dia dari islam.
Sesungguhnya orang yang menyelisihi imamnya ini, dan menyelisihi jama’ah kaum muslimin di negerinya, telah bersifat dengan sifat khawarij, yaitu keluar dari ketaatan kepada penguasa terhadap apa yang diperintahkannya –yang bukan dalam bermaksiat kepada Allah- , dan sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk ta’at kepada waliyyul amri, Allah Azza wajalla berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً). [النساء: 59].

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.(QS.An-Nisaa:59)

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk taat kepadanya,Beliau bersabda:

( تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع ). أخرجه مسلم (1847)، وغيره.

“Engkau mendengar dan taat kepada penguasa,meskipun ia memukul punggungmu dan merampas hartamu,maka dengar dan taatlah”
(HR.Muslim (1847) dan selainnya)

Diantara sifat kaum Khawarij yang paling menonjol adalah menyelisihi penguasa,dan mengobarkan fitnah terhadapnya dengan cara membakar semangat masyarakat,sehingga mereka merasa sempit terhadap penguasanya yang menyebabkan munculnya sikap keengganan untuk mendengar dan taat terhadap apa yang dia perintah dan yang dia larang –bukan dalam bermaksiat kepada Allah Ta’ala- ,sehingga menyebabkan kekacauan memenuhi penjuru negeri dengan sebab ulah kaum Khawarij ini,yang awal bibit munculnya adalah seseorang yang bernama “Dzul Khuwaishirah Zuhair bin Harqus At-Tamimi” yang berkata kepada pemimpin seluruh manusia (Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam): “berbuat adil engkau wahai Muhammad”.Dan yang lainnya dari ucapan-ucapan kotor yang dia lontarkan terhadap Nabi pembawa rahmat dan hidayah ini,sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat.
Kemudian yang kedua dari mereka adalah Bin Saba’ seorang yahudi yang datang dari negeri Yaman dan menampakkan islam secara zahir dan menyembunyikan kemunafikannya.Lalu dia mengobarkan fitnah pada zaman Dzun Nurain Utsman bin Affan radhiallahu anhu,sehingga menyebabkan segelintir orang-orang sempalan memberontak kepada beliau sebagai khalifah rasyid lalu membunuhnya dalam keadaan beliau di rumahnya membaca firman Rabb Yang Maha Tinggi dan Mulia.
Lalu mereka memberontak lagi pada zaman khalifah rasyid Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu ,lalu Beliau memerangi mereka di Nahrawan.Lalu merekapun membuat makar terhadap Ali radhiallahu anhu yang menyebabkan Beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi ,disaat Beliau sedang keluar untuk mengerjakan shalat fajar.
Aku peringatkan kalian dari sikap mendahului penguasa dalam satu perkara,sehingga kalian keluar dari bimbingan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.Telah dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam At-tarikh Al-kabir (4/271/2773) dari Syumaim bin Abdirrahman berkata: aku berada disisi Al-Hajjaj pada hari yang diragukan (yaitu hari yang tidak diketahui apakah telah memasuki ramadhan atau masih dibulan Sya’ban,dan itu terjadi jika dimalam setelah berlalunya 29 sya’ban dan terjadi mendung yang menghalangi untuk melihat hilal,pen), maka Dia mengutus kepada Abdullah bin Ukaim,lalu bertanya: apakah engkau pernah menyaksikan bulan ini bersama Nabi Shallallahu alaihi wasallam? Beliau menjawab: tidak.Akan tetapi (Aku pernah) bersama Umar bin Khattab radhiallahu anhu.Lalu Ia bertanya: Lalu apa yang dia katakan? Beliau menjawab: Dia (Umar) berkata: Berpuasalah kalian karena melihatnya, dan berbukalah (memasuki syawal) kalian karena melihatnya.Ingatlah,jangan kalian mendahului Imam”.Maka berkata Al-Hajjaj: ada satu kalimat yang saya tidak memahaminya.Berkata para shahabat kami,Beliau berkata: demi Allah ini adalah perkara sunnah.
Berkata Abdullah: Demi Allah,sesungguhnya Beliau (Umar bin Khattab) adalah imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (selesai penukilan)
Abdullah yang dimaksud adalah Imam Bukhari.
Inilah Umar bin Khattab radhiallahu anhu melarang seseorang mendahului penguasanya dalam berpuasa dan berhari raya.Apakah kaum muslimin memahami hal ini,lalu mengikuti sunnah agar mereka beruntung dan selamat.Dan Allah senantiasa memberi hidayah kepada jalan yang lurus.
Berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala dalam majmu’ al-fatawa (25/118):
“persyaratan bulan disebut hilal dan syahr,pada saat telah masyhur dan menyebar dikalangan manusia. Meskipun yang melihatnya 10 orang,namun belum masyhur dikalangan penduduk negeri disebabkan karena persaksian mereka yang ditolak,atau karena mereka tidak mempersaksikan apa yang mereka lihat,maka hukumnya sama seperti kaum muslimin lainnya.Sebagaimana mereka tidak melakukan wukuf ,berkurban dan shalat ied kecuali bersama kaum muslimin,maka demikian pula mereka tidak berpuasa melainkan bersama kaum muslimin.Ini makna dari Sabda Beliau Shallallahu alaihi wasallam:
(صومكم يوم تصومون، وفطركم يوم تفطرون، و أضحاكم يوم تضحون ).

“puasa kalian dihari mayoritas kalian berpuasa,idul fitri kalian dihari mayoritas kalian beridul fitri,dan idul adha kalian dihari mayoritas kalian beridul adha.”
Berkata Imam Ahmad dalam riwayatnya:
“seseorang berpuasa bersama pemimpin dan jama’ah kaum muslimin baik disaat cuaca cerah atau mendung.Berkata Imam Ahmad: tangan Allah bersama jama’ah.”
Beliau (Syaikhul Islam) juga berkata (25/204-205):
“orang yang sendirian melihat hilal syawal tidak boleh berbuka puasa berdasarkan kesepakatan ulama,kecuali jika dia mempunyai halangan yang membolehkan dia untuk membatalkan puasa,seperti sakit dan safar.Apakah dia boleh tidak puasa dengan cara rahasia (tidak terang-terangan)? Ada dua pendapat dari para ulama,yang paling shahih bahwa dia jangan berbuka secara rahasia.Dan ini adalah mazhab Malik,dan Ahmad menurut yang paling masyhur dari mazhab keduanya.
Dan telah diriwayatkan bahwa ada dua orang dizaman Umar bin Khattab radhiallahu anhu melihat hilal yang menunjukkan masuknya syawal,maka salah satu dari keduanya berbuka,sedangkan yang lain tidak.Tatkala berita ini sampai kepada Umar radhiallahu anhu,Beliau berkata kepada yang tidak berpuasa:
“Kalau bukan karena temanmu,aku pasti telah menyakitimu dengan pukulan.”
Yang menjadi penyebab hal tersebut bahwa idul fitri adalah disaat mayoritas manusia beridul fitri dan itulah hari raya.Sedangkan orang yang sendirian melihat hilal bukanlah hari raya yang Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang berpuasa padanya.Sebab Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang dari berpuasa pada hari raya idul fitri dan idul adha.Dan Beliau mengatakan:

(أما أحدهما؛ فيوم فطركم من صومكم، وأما الآخر؛ فيوم تأكلون فيه من نسككم)

“Adapun salah satunya, adalah hari kalian makan setelah kalian berpuasa,adapun yang satunya,adalah kalian makan dari hasil sembelihan kalian.”
Maka yang Beliau larang dari berpuasa adalah hari dimana kaum muslimin sudah tidak berpuasa,dan disaat kaum muslimin menyembelih kurban.” (selesai penukilan)

Ibnul Qoyyim rahimahullah Ta’ala berkata dalam “tahdzib as-sunan” (3/214) tatkala mengomentari hadits “dan tidak puasanya kalian disaat mayoritas kalian tidak berpuasa…”, Beliau berkata:
“dikatakan: jika ada satu orang yang melihat hilal,sementara hakim tidak menerima persaksiannya,maka ini bukanlah hari dia berpuasa,sebagaimana keumuman manusia lainnya tidak berpuasa.” (selesai penukilan)
Berkata Al-Albani rahimahullah dalam Ash-shahihah (1/392-394):
“Berkata Abul Hasan As-Sindi dalam catatan kaki Beliau terhadap Sunan Ibnu Majah –setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Tirmizi-: wajib bagi setiap orang untuk mengikuti imam dan jama’ah (kaum muslimin). yang nampak maknanya adalah: perkara-perkara ini bukanlah urusan masing-masing individu,dan bukan pula seseorang bersendiri dengan menyelisihi imam dan jama’ah (kaum muslimin),Maka berdasarkan hal ini,jika seseorang melihat hilal sendirian,lalu penguasa menolak persaksiannya,maka sepantasnya untuk tidak ditetapkan satupun padanya dalam perkara-perkara ini,dan wajib baginya mengikuti jama’ah (kaum muslimin) dalam hal tersebut.”
Aku (Syaikh Al-Albani) berkata: inilah makna yang nampak dari hadits itu.Dan juga dikuatkan dengan hujjah Aisyah membantah Masruq ketika Ia enggan berpuasa pada hari Arafah (9 zulhijjah,pen) karena khawatir sudah memasuki hari raya kurban (10 zulhijjah).
Maka Beliau (Aisyah) menjelaskan kepadanya bahwa pendapatnya tersebut tidak teranggap,dan wajib baginya mengikuti jama’ah.Dan Beliau berkata:
“Hari kurban adalah disaat mayoritas manusia berkurban,dan idul fitri adalah disaat mayoritas manusia beridul fitri.”
Saya (Al-Albani) berkata: inilah yang sejalan dengan syari’at yang penuh kelapangan ini, yang diantara tujuannya adalah menyatukan manusia dan menyatukan barisan mereka,serta menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang memecah persatuan mereka dari berbagai pendapat pribadi,maka syari’at ini tidak menganggap pribadi seseorang –meskipun dalam pandangannya bahwa dia benar- dalam menetapkan ibadah yang bersifat jama’ah,seperti berpuasa, merayakan hari raya, dan shalat jama’ah. Tidakkah kalian perhatikan bahwa para sahabat radhiallahu anhum sebagian mereka shalat dibelakang sebagian lainnya,padahal diantara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dan menyentuh anggota tubuhnya,dan keluarnya darah termasuk perkara yang membatalkan wudhu’,dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian.Diantara mereka ada yang berpendapat menyempurnakan shalat dikala safar,dan diantara mereka ada yang berpendapat mengqashar,namun perselisihan mereka dalam hal ini dan yang lainnya tidak mencegah mereka untuk tetap bersatu dalam shalat dibelakang satu imam,dan menganggap sah amalan tersebut.Sebab mereka mengetahui bahwa perpecahan dalam agama lebih jelek dibanding perselisihan dalam sebagian pendapat.Perkara ini sampai kepada tingkatan tidak menganggap pendapat seseorang yang menyelisihi pendapat seorang penguasa tertinggi dalam sebuah masyarakat besar seperti Mina,bahkan sampai meninggalkan pendapatnya sendiri dalam masyarakat besar tersebut karena menghindari keburukan yang akan muncul tatkala Ia beramal dengan pendapatnya.
Hendaklah mereka yang selalu saja membuat perpecahan memperhatikan hadits dan atsar yang telah disebutkan ini, dan juga mereka yang mengaku berilmu,dari mereka yang berpuasa dan berbuka sendirian apakah mendahului,atau mengakhirkan dari jama’ah kaum muslimin,karena bersandar kepada pendapat dan ilmunya,tanpa memperhatikan sikap keluar dari ketaatan terhadap penguasa mereka.Hendaknya mereka semua memperhatikan apa yang telah kami sebutkan berupa ilmu,semoga mereka mendapatkan penyembuh jiwa-jiwa mereka dari kejahilan dan tipu daya,sehingga mereka berada pada satu barisan yang sama dengan saudara-saudara mereka kaum muslimin,karena sesungguhnya tangan Allah bersama jama’ah.
(selesai dari Ash-Shahihah)
Maka berdasarkan hal ini,tidak sepantasnya bagi masing-masing individu, dan kelompok-kelompok tertentu untuk berpuasa atau keluar dari bulan ramadhan dengan pengumuman melihat hilal dari negara lain,selama penguasa negerinya belum mengumumkan masuknya bulan.Semoga Allah senantiasa memberi taufiq.
Asy-Syaikh Jamal bin Furaihan Al-Haritsi dalam kitabnya “kasyf al-libaas ‘an ahkaam ru’yah al-hilal linnaas”.





Diterjemahkan oleh : Abu Karimah Askari bin Jamal
Tanggal 27 Sya’ban 1430 H.


“Wahai orang-orang yang beriman,taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul, dan kepadaulil amri diantara kalian.” (QS.An-Nisaa:59)
Nasehat saya kepada saudara-saudaraku yang menyelisihi puasanya,idul fitrinya, dan hari kurbannya,dengan penguasa negeri mereka dinegeri islam manapun mereka hidup, agar hendaknya mereka bertaqwa kepada Allah Ta’ala dan jangan menyelisihi mereka, dan jangan pula mereka berselisih kepada imam-nya, jika Ia telah mengumumkan masuknya bulan ramadhan atau idul fitri, bagaimanapun kondisi penguasanya dalam menyelisihi agama Allah Ta’ala, selama tidak terdapat pada mereka kekufuran yang jelas seperti terangnya matahari disiang bolong, yang mengeluarkan dia dari islam.
Sesungguhnya orang yang menyelisihi imamnya ini, dan menyelisihi jama’ah kaum muslimin di negerinya, telah bersifat dengan sifat khawarij, yaitu keluar dari ketaatan kepada penguasa terhadap apa yang diperintahkannya –yang bukan dalam bermaksiat kepada Allah- , dan sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk ta’at kepada waliyyul amri ,Allah Azza wajalla berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً). [النساء: 59].

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. (QS.An-Nisaa:59)

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk taat kepadanya,Beliau bersabda:

( تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع ). أخرجه مسلم (1847)، وغيره.

“Engkau mendengar dan taat kepada penguasa,meskipun ia memukul punggungmu dan merampas hartamu,maka dengar dan taatlah”
(HR.Muslim (1847) dan selainnya)

Diantara sifat kaum Khawarij yang paling menonjol adalah menyelisihi penguasa,dan mengobarkan fitnah terhadapnya dengan cara membakar semangat masyarakat, sehingga mereka merasa sempit terhadap penguasanya yang menyebabkan munculnya sikap keengganan untuk mendengar dan taat terhadap apa yang dia perintah dan yang dia larang –bukan dalam bermaksiat kepada Allah Ta’ala- ,sehingga menyebabkan kekacauan memenuhi penjuru negeri dengan sebab ulah kaum Khawarij ini,yang awal bibit munculnya adalah seseorang yang bernama “Dzul Khuwaishirah Zuhair bin Harqus At-Tamimi” yang berkata kepada pemimpin seluruh manusia (Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam): “berbuat adil engkau wahai Muhammad”. Dan yang lainnya dari ucapan-ucapan kotor yang dia lontarkan terhadap Nabi pembawa rahmat dan hidayah ini, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat.
Kemudian yang kedua dari mereka adalah Bin Saba’ seorang yahudi yang datang dari negeri Yaman dan menampakkan islam secara zahir dan menyembunyikan kemunafikannya. Lalu dia mengobarkan fitnah pada zaman Dzun Nurain Utsman bin Affan radhiallahu anhu,sehingga menyebabkan segelintir orang-orang sempalan memberontak kepada beliau sebagai khalifah rasyid lalu membunuhnya dalam keadaan beliau di rumahnya membaca firman Rabb Yang Maha Tinggi dan Mulia.
Lalu mereka memberontak lagi pada zaman khalifah rasyid Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, lalu Beliau memerangi mereka di Nahrawan.Lalu merekapun membuat makar terhadap Ali radhiallahu anhu yang menyebabkan Beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi, disaat Beliau sedang keluar untuk mengerjakan shalat fajar.
Aku peringatkan kalian dari sikap mendahului penguasa dalam satu perkara,sehingga kalian keluar dari bimbingan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.Telah dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam At-tarikh Al-kabir (4/271/2773) dari Syumaim bin Abdirrahman berkata: aku berada disisi Al-Hajjaj pada hari yang diragukan (yaitu hari yang tidak diketahui apakah telah memasuki ramadhan atau masih dibulan Sya’ban, dan itu terjadi jika dimalam setelah berlalunya 29 sya’ban dan terjadi mendung yang menghalangi untuk melihat hilal,pen), maka Dia mengutus kepada Abdullah bin Ukaim, lalu bertanya: apakah engkau pernah menyaksikan bulan ini bersama Nabi Shallallahu alaihi wasallam? Beliau menjawab: tidak. Akan tetapi (Aku pernah) bersama Umar bin Khattab radhiallahu anhu. Lalu Ia bertanya: Lalu apa yang dia katakan? Beliau menjawab: Dia (Umar) berkata: Berpuasalah kalian karena melihatnya, dan berbukalah (memasuki syawal) kalian karena melihatnya.Ingatlah,jangan kalian mendahului Imam”. Maka berkata Al-Hajjaj: ada satu kalimat yang saya tidak memahaminya. Berkata para shahabat kami, Beliau berkata: demi Allah ini adalah perkara sunnah.
Berkata Abdullah: Demi Allah, sesungguhnya Beliau (Umar bin Khattab) adalah imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (selesai penukilan)
Abdullah yang dimaksud adalah Imam Bukhari.
Inilah Umar bin Khattab radhiallahu anhu melarang seseorang mendahului penguasanya dalam berpuasa dan berhari raya.Apakah kaum muslimin memahami hal ini, lalu mengikuti sunnah agar mereka beruntung dan selamat.Dan Allah senantiasa memberi hidayah kepada jalan yang lurus.

Berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala dalam majmu’ al-fatawa (25/118):
“persyaratan bulan disebut hilal dan syahr,pada saat telah masyhur dan menyebar dikalangan manusia. Meskipun yang melihatnya 10 orang, namun belum masyhur dikalangan penduduk negeri disebabkan karena persaksian mereka yang ditolak, atau karena mereka tidak mempersaksikan apa yang mereka lihat, maka hukumnya sama seperti kaum muslimin lainnya. Sebagaimana mereka tidak melakukan wukuf, berkurban dan shalat ied kecuali bersama kaum muslimin, maka demikian pula mereka tidak berpuasa melainkan bersama kaum muslimin. Ini makna dari Sabda Beliau Shallallahu alaihi wasallam:
(صومكم يوم تصومون، وفطركم يوم تفطرون، و أضحاكم يوم تضحون ).

“puasa kalian dihari mayoritas kalian berpuasa,idul fitri kalian dihari mayoritas kalian beridul fitri,dan idul adha kalian dihari mayoritas kalian beridul adha.”

Berkata Imam Ahmad dalam riwayatnya:
“seseorang berpuasa bersama pemimpin dan jama’ah kaum muslimin baik disaat cuaca cerah atau mendung.Berkata Imam Ahmad: tangan Allah bersama jama’ah.”

Beliau (Syaikhul Islam) juga berkata (25/204-205):
“orang yang sendirian melihat hilal syawal tidak boleh berbuka puasa berdasarkan kesepakatan ulama, kecuali jika dia mempunyai halangan yang membolehkan dia untuk membatalkan puasa, seperti sakit dan safar.Apakah dia boleh tidak puasa dengan cara rahasia (tidak terang-terangan)? Ada dua pendapat dari para ulama, yang paling shahih bahwa dia jangan berbuka secara rahasia .Dan ini adalah mazhab Malik, dan Ahmad menurut yang paling masyhur dari mazhab keduanya.
Dan telah diriwayatkan bahwa ada dua orang dizaman Umar bin Khattab radhiallahu anhu melihat hilal yang menunjukkan masuknya syawal, maka salah satu dari keduanya berbuka, sedangkan yang lain tidak.Tatkala berita ini sampai kepada Umar radhiallahu anhu, Beliau berkata kepada yang tidak berpuasa:
“Kalau bukan karena temanmu,aku pasti telah menyakitimu dengan pukulan.”
Yang menjadi penyebab hal tersebut bahwa idul fitri adalah disaat mayoritas manusia beridul fitri dan itulah hari raya. Sedangkan orang yang sendirian melihat hilal bukanlah hari raya yang Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang berpuasa padanya. Sebab Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang dari berpuasa pada hari raya idul fitri dan idul adha. Dan Beliau mengatakan:

(أما أحدهما؛ فيوم فطركم من صومكم، وأما الآخر؛ فيوم تأكلون فيه من نسككم)

“Adapun salah satunya, adalah hari kalian makan setelah kalian berpuasa, adapun yang satunya,adalah kalian makan dari hasil sembelihan kalian.”
Maka yang Beliau larang dari berpuasa adalah hari dimana kaum muslimin sudah tidak berpuasa, dan disaat kaum muslimin menyembelih kurban.” (selesai penukilan)

Ibnul Qoyyim rahimahullah Ta’ala berkata dalam “tahdzib as-sunan” (3/214) tatkala mengomentari hadits “dan tidak puasanya kalian disaat mayoritas kalian tidak berpuasa…”, Beliau berkata:
“dikatakan: jika ada satu orang yang melihat hilal, sementara hakim tidak menerima persaksiannya,maka ini bukanlah hari dia berpuasa, sebagaimana keumuman manusia lainnya tidak berpuasa.” (selesai penukilan)

Berkata Al-Albani rahimahullah dalam Ash-shahihah (1/392-394):
“Berkata Abul Hasan As-Sindi dalam catatan kaki Beliau terhadap Sunan Ibnu Majah –setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Tirmizi-: wajib bagi setiap orang untuk mengikuti imam dan jama’ah (kaum muslimin). yang nampak maknanya adalah: perkara-perkara ini bukanlah urusan masing-masing individu, dan bukan pula seseorang bersendiri dengan menyelisihi imam dan jama’ah (kaum muslimin), Maka berdasarkan hal ini,jika seseorang melihat hilal sendirian, lalu penguasa menolak persaksiannya,maka sepantasnya untuk tidak ditetapkan satupun padanya dalam perkara-perkara ini, dan wajib baginya mengikuti jama’ah (kaum muslimin) dalam hal tersebut.”

Aku (Syaikh Al-Albani) berkata: inilah makna yang nampak dari hadits itu. Dan juga dikuatkan dengan hujjah Aisyah membantah Masruq ketika Ia enggan berpuasa pada hari Arafah (9 zulhijjah, pen) karena khawatir sudah memasuki hari raya kurban (10 zulhijjah).

Maka Beliau (Aisyah) menjelaskan kepadanya bahwa pendapatnya tersebut tidak teranggap, dan wajib baginya mengikuti jama’ah. Dan Beliau berkata:
“Hari kurban adalah disaat mayoritas manusia berkurban, dan idul fitri adalah disaat mayoritas manusia beridul fitri.”

Saya (Al-Albani) berkata: inilah yang sejalan dengan syari’at yang penuh kelapangan ini, yang diantara tujuannya adalah menyatukan manusia dan menyatukan barisan mereka, serta menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang memecah persatuan mereka dari berbagai pendapat pribadi, maka syari’at ini tidak menganggap pribadi seseorang –meskipun dalam pandangannya bahwa dia benar- dalam menetapkan ibadah yang bersifat jama’ah, seperti berpuasa, merayakan hari raya, dan shalat jama’ah. Tidakkah kalian perhatikan bahwa para sahabat radhiallahu anhum sebagian mereka shalat dibelakang sebagian lainnya, padahal diantara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dan menyentuh anggota tubuhnya, dan keluarnya darah termasuk perkara yang membatalkan wudhu’, dan diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian. Diantara mereka ada yang berpendapat menyempurnakan shalat dikala safar, dan diantara mereka ada yang berpendapat mengqashar, namun perselisihan mereka dalam hal ini dan yang lainnya tidak mencegah mereka untuk tetap bersatu dalam shalat dibelakang satu imam, dan menganggap sah amalan tersebut.
Sebab mereka mengetahui bahwa perpecahan dalam agama lebih jelek dibanding perselisihan dalam sebagian pendapat. Perkara ini sampai kepada tingkatan tidak menganggap pendapat seseorang yang menyelisihi pendapat seorang penguasa tertinggi dalam sebuah masyarakat besar seperti Mina, bahkan sampai meninggalkan pendapatnya sendiri dalam masyarakat besar tersebut karena menghindari keburukan yang akan muncul tatkala Ia beramal dengan pendapatnya.

Hendaklah mereka yang selalu saja membuat perpecahan memperhatikan hadits dan atsar yang telah disebutkan ini, dan juga mereka yang mengaku berilmu, dari mereka yang berpuasa dan berbuka sendirian apakah mendahului, atau mengakhirkan dari jama’ah kaum muslimin, karena bersandar kepada pendapat dan ilmunya, tanpa memperhatikan sikap keluar dari ketaatan terhadap penguasa mereka.Hendaknya mereka semua memperhatikan apa yang telah kami sebutkan berupa ilmu, semoga mereka mendapatkan penyembuh jiwa-jiwa mereka dari kejahilan dan tipu daya, sehingga mereka berada pada satu barisan yang sama dengan saudara-saudara mereka kaum muslimin, karena sesungguhnya tangan Allah bersama jama’ah.
(selesai dari Ash-Shahihah)

Maka berdasarkan hal ini,tidak sepantasnya bagi masing-masing individu, dan kelompok-kelompok tertentu untuk berpuasa atau keluar dari bulan ramadhan dengan pengumuman melihat hilal dari negara lain, selama penguasa negerinya belum mengumumkan masuknya bulan. Semoga Allah senantiasa memberi taufiq.

Asy-Syaikh Jamal bin Furaihan Al-Haritsi dalam kitabnya “kasyf al-libaas ‘an ahkaam ru’yah al-hilal linnaas”.

Diterjemahkan oleh : Abu Karimah Askari bin Jamal
Tanggal 27 Sya’ban 1430 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar